Sistem pendidikan di indonesia terdapat 3 jenis program pendidikan sosial
yaitu ilmu-ilmu sosial (IIS), pendidikan ilmu pengetahuan sosial (PIPS) dan
pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial (PDIPS). IIS dikelola dan dibina di
fakultas-fakultas keilmuan sosial dan humonaria murni, PIPS merupakan program
pendidikan sosial pada jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah sedangkan
PDIPS merupakan program pendidikan guru IPS yang dikelola dan dibina di
fakultas pendidikan IPS (sosial).
Tujuan utama dari program ini adalah untuk menghasilkan guru IPS dan PPKN
yang pada dasarnya menguasai konsep-konsep esensial ilmu-ilmu sosial dan materi
disiplin ilmu lainnya dan mampu membelajarkan peserta didiknya secara bermakna.
Oleh karena itu, dalam program pendidikan ini dituntut untuk mempelajari 3 kelompok
program kulikuler yaitu diantaranya :
1. kelompok mata
keilmuan sosial dalam rangka pembelajaran IPS,
2. teknologi
pembelajaran IPS dan kurikulum
3. pembelajaran
IPS persekolahan.
Konten dari kelompok ketiga mata kuliah ini perlu dilihat secara konseptual
sebagai suatu sistem pengetahuan terpadu dalam rangka perkembangan kemampuan
kepribadian, dan kewenangan guru IPS dan PPKN.
Konsep ‘social studies’ secara umum berkembang di Amerika Serikat merupakan
salah satu negara yang telah menunjukkan reputasi akademis dalam bidang sosial,
seperti dengan berdirinya National Council for The Social Studies (NCSS)
pada tanggal 20-30 November 1935. Dalam pertemuan ini, disepakati bahwa ‘social
science as the core of the curriculum’ yaitu menmpatkan bahwa social
studies sebagai core curriculum. Sedangkan pada tahun 1937, pilar
historis-epiostemologis, social studies yang pertama, berupa suatu definisi
tentang ‘social studies’ yang berawal dari Edgar Bruce Wesley yaitu The Social
Studies Are The Social Science Simplified Pedagogical Purpose yang artinya
bahwa ‘The Social Studies’ adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanankan untuk
tujuan pendidikan. Kemudian dikembangkan bahwa social studies berisikan
asfek-asfek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi,
psikologi, ilmu geografi dan filsafat. Berdasarkan pengamatan Edgar Bruce
Wesley selama 40-an tahun bahwa bidang social studies mengalami perkembangan
dengan adanya ketidak menentuan berkeputusan, kebersatuan, dan kemajuan
terutama pada tahun 1940-1970-an. Pada periode ini, merupakan periode yang
sangat sulit dalam menjalankan social studies . antara tahun 1940-1950-an,
‘social studies’ mendapat serangan dari segala penjuru yang pada adasarnya
berkisar pada pernyataan mesti atau tidaknya ‘social studies’ menanamkan nilai
dan sikaf demokratis kepada para pemuda.
Pada tahun 1960-an timbul suatu gerakan akademis yang mendasar dalam
pendidikan, yang secara khusus dapat dipandang sebagai suatu revolusi dalam
bidang social studies yang di pelopori oleh para sejarawan dan ahli ilmu-ilmu
sosial. Kedua kelompok ilmuan ini terpikat oleh ‘social studies’ karena pada
saat pemerintahan federal menyediakan dana yang sangat besar untuk pengembangan
kurikulum. Dengan dana ini, para ahli bekerja sama untuk mengembangkan proyek
kurikulum dan memproduksi bahan belajar yang sangat inovatif dan menantang
dalam skala besar. Gerakan akademis tersebut dikenal sebagai gerakan ‘The
New Social Studies’.
Namun demikian, sampai tahun 1970-an ternyata gagasan untuk mendapatka The
New Social Studies ini belum menjadi kenyataan. Isu yang terus menerus menerpa
social studies adalah mengenai perlu tidaknya indoktrinasi, tujuan pembelajaran
yang saling bertentangan dan pertikaian mengenai isi pembelajaran. Pada tahun
1940-1960 terjadi tarik menarik antara dua divisi social studies, disatu pihak
adanya gerakan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu sosial untuk
tujuan citizenship education dan dilain pihak terus bergulirnya gerakan
pemisahan berbagai disiplin ilmu sosial yang cenderung memperlemah konsepsi
social studies education. Hal ini merupakan dampak dari berbagai penelitian
yang di rancang untuk mempengaruhi kurikulum sekolah, terutama yang berkenaan
dengan pengertian dan sikap siswa. Selain itu, merupakan dampak dari opini
publik berkaitan dengan perang dunia II, perang dingin, dan perang korea serta
keritik publik terhadap belum terwujudnya gagasan john Dewey tentang
pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam praktik pendidikan persekolah.
Gerakan The New Social Studies yang menjadi pilar dari perkembangan social
studies pada tahun 1960-an bertolak dari kesimpulan bahwa ‘social studies’ di
nilai sangat tidak efektif dalam mengajarakan subtansi dan mempengaruhi
perubahan siswa. Oleh karena itu sejarawan dan ahli-ahli ilmu bersatu padu
untuk bergerak meningkatkan social studies kepada taraf higher level of
intellectual pursuit yakni mempelajari ilmu sosial secara mendasar. Dengan
orientasi maka di mulailah era modus pembelajaran social studies education.
Dari berbagai pandangan mendorong timbulnya upaya mentransformasikan
‘social studies’ ke dalam ‘social science’ dan mengajarkan sebagai disiplin
akademik yang terpisah. Gerakan ini yang mendorong berdirirnya The Social Science
Education Concortium (SSEC) yang kemudian menerbitkan bukunya yang pertama
concept and stucture in The New Social Studies Curriculum.
Pada akhir 1960-an adanya perubahan dari orientasi pada disiplin akademik
yang terpisah-pisah ke suatu upaya untuk mencari hubungan interdisipliner.
Definisi ‘social studies’ dan pengidentifikasian ‘social studies’ ada tiga
tradisi pedagogis dianggap sebagai pilar utama dari ‘social studies’ pada tahun
1970-an. Dalam definisi tersebut tersirat dan tersurat beberapa hal yaitu
pertama social studies merupakan suatu sistem penegetahuan terpadu, kedua misi
utama social studies adalah pendidikan kewarganegaraan dalam suatu masyarakat
yang demokratis, ketiga sumber utama konteks social studies adalah social
science dan humanisties, keempat dalam upaya penyiapan warga negara yang
demokratis (Barr dkk, 1978) pada tahun 1980-1990-an pemikiran mengenal social
studies yang sebelumnya di landa masalah, secara konseptual telah dapat
diatasi.
Dilihat dari karakteristik dan tujuannya, social studies education dan
social studies yang dipikirkan untuk abad ke-21 masih tetap menempatkan
pendidikan kewarganegaraan yaitu Pengembangan Civic Responsibility and Active
Civic Participation sebagai salah satu esensinya. Pada tahun 1992, The Board
of Directors of The National Council For The Social Studies mengadopsi visi
terbaru mengenai social studies yang kemudian diterbitkan dalam dokumen resmi
NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence Curriculum
Standars For Social Studies.
Pembahasan tentang pendidikan IPS tidak bisa dilepaskan dari
interaksi fungsional perkembangan masyarakat indonesia dengan sistem dan
praktis pendidikannya. Interaksi fungsional disini adalah bagaimana
perkembangan masyarakat mengimplikasikan terhadap tubuh pengetahuan pendidikan
IPS turut memfasilitasi pengembangan aktor social dan warga negara yang cerdas
dan baik, yang dapat memberikan kontribusi yang bermakna terhadap
perkembangan masyarakat indonesia. Pemikiran mengenai konsep pendidikan IPS di
indonesia banyak dipengaruhi oleh pemikiran ‘social studies’ di Amerika Serikat
Sebagai salah satu negara yang memiliki pengalaman panjang dan reputasi
akademis yang signifikan dalam reputasi tersebut tampak dalam perkembangan
pemikiran mengenai bidang itu seperti dapat disimak dari berbagai karya
akademis yang di publikasikan National Council for The Social Studies (NCSS).
Konsep pendidikan di indonesia secara historis epistemologis terasa sangat
sukar karena dua alasan yaitu di indonesia belum ada lembaga profesional bidang
IPS sekuat pengaruh NCSS atau SSEC dan pembelajaran IPS sangat tergantung pada
pemikiran individual atau kelompok pakar. Konsep IPS pertama kalinya masuk
kedalam dunia persekolah pada tahun 1972-1973 yakni dalam kurikulum Proyek
Printis Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam kurikulum SD 8
tahun PPSP digunakan istilah, pendidikan kewarganegaraan /social studies
sebagai mata pelajaran sosial terpadu.
Dalam kurikulum
1975 pendidikan IPS menampilkan empat profil yaitu diantaranya :
- Pendidikan Moral Pancasila menggantikan pendidikan kewarganegaraan yang mewadahi tradisi ‘citizensip transmission’.
- Pendidikan IPS untuk SD
- Pendidikan IPS terkonfederasi untuk SMP
- Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi untuk SMA.
Dilihat dari
perkembangan pemikiran yang berkembang di indonesia sampai saat ini pendidikan
IPS terpilih dalam dua arah yaitu diantaranya :
- PIPS untuk dunia persekolahan yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan secara psiko-pedagogis untuk tujuan pendidikan persekolahan.
- PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan guru IPS yang merupakan penyeleksian secara ilmiahdan meta psiko pedagogis dari ilmu sosial humaniora dan disiplin lain yang relevan untuk tujuan pendidikan profesional guru IPS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar