Senin, 17 Juni 2013

Paradigma Ilmu Pengetahuan Sosial

Pengertian dan Implementasi
Paradigma IPS  adalah model atau kerangka berpikir pengembangan IPS yang diwacanakan dalam kurikulum pada sistem pendidikan Indonesia. Dalam kurikulum sistem pendidikan Indonesia IPS dikembangkan dalam tiga jalur, yaitu : (1) Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial (IIS) dikembangkan dibina dan dikelola oleh Fakultas-fakultas Ilmu sosial dan politik serta humaniora murni yaitu FISIP, FH, FE, FIKOM, FB, FG, FPsi dan sejenisnya.Tiap-tiap Fakultas yang membina pendidikan ilmu-ilmu sosial ini ber-tujuan menghasilkan ilmuwan sosial dalam berbagai level, sarjana, magister dan doktor serta praktisi atau profesional seperti notaris, akuntan, auditor, jurnalis, advokad, psikolog dan sejenisnya. (2) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial berupa program pendidikan so-sial yang dikembangkan pada jalur pendidikan persekolah dan luar sekolah. Seperti PPKN, IPS Terpadu dikembangkan di SD dan Kejar Paket A di luar sekolah. IPS Terkonfederasi mencakup materi geografi, sejarah, ekonomi koperasi yang dikembangkan  di SMP dan Kejar Pa-ket B di Luar Sekolah. IPS Terpisah meliputi mata pelajaran geografi,  sejarah,  antropologi, sosiologi, ekonomi koperasi dan tata negara. Tujuan program PIPS yang dikembangkan di sekolah dan luar sekolah ini bertujuan untuk menyiapkan peserta di-dik sebagai  warga negara dan masyarakat yang baik serta memberikan dasar pengetahuan ilmu-ilmu sosial untuk kelan-jutan pendidikan pada jenjang berikutnya. (3) PDIPS merupakan pendidikan disiplin IPS yang  dikelola dan      dibina di Fakultas Pendidikan IPS pada LPTK, STKIP dan FKIP. Program PDIPS ini bertujuan untuk menghasilkan guru IPS dan PPKN yang menguasai konsep-konsep esensial ilmu-ilmu sosi-al  dan materi disiplin lain yang terkait serta mampu membe-lajarkan peserta didik secara bermakna.

Latar Belakang  Pendidikan IPS
Istilah IPS yang dikembangkan di Indonesia diadopsi dari Social Studies yang dikembangkan di Amerika. Namun yang diadopsi hanyalah ide-ide dasar dan isinya saja se- dangkan tujuan, materi dan penanganannya dikembangkan sendiri sesuai dengan tujuan nasional dan aspirasi masyarakat Indonesia. Ide dasar yang diadopsi berupa pengertian social studies, yaitu ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Sedangkan isinya meliputi aspek sejarah, eknomi, sosiologi, psikologi, geografi, politik, dan hukum yang  dalam prakteknya dipilih dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia anak dan tujuan pembelajaran mulai  dari SD hingga PT. Pendekatan yang digunakannya pun tidak jauh berbeda yaitu pendekatan interdispliner dan multidisipliner.

Perkembangan Pendidikan IPS di Indonesia
Istilah IPS yang diadopsi dari social studies itu untuk pertama kalinya diwacanakan  dalam seminar nasional tentang civic education tahun 1972 di Tawangmangu Solo.
Dalam seminar itu muncul  tiga  istilah, yaitu  pengetahuan sosial, studi sosial dan ilmu pengetahuan sosial yang diartikan sebagai sua-tu studi masalah-masalah sosial yang dipilih dan dikembangkan de-ngan menggunakan pendekatan interdisipliner  dan bertujuan agar masalah-masalah sosial itu dapat dipahami  siswa. Namun istilah ini belum masuk dalam kurikulum sekolah tetapi baru berupa wacana akademik saja. Konsep IPS ini baru dimasuk ke dalam dunia persekolahan pada ta-hun 1972-1973, yaitu dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pem-bangunan (PPSP) IKIP Bandung. Dalam Kurikulum SD PPSP digunakan Istilah “Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial” sebagai mata pe-lajaran sosial terpadu,  yang mencakup mata pelajaran Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia dan Civics dalam arti Pendi-dikan Kewargaan Negara. Kemudian dalam Kurikulum 1975 dikembangkan pendidikan IPS de-ngan menampilkan empat profil, yaitu (1) Pendidikan Moral Panca-sila yang menggantikan Pendidikan Kewargaan Negara sebagai ben-tuk pendidikan IPS  khusus yang mewadai tradisi “citizenship trans-mission”;(2) Pendidikan IPS  terpadu untuk SD; (3) Pendidikan IPS ter-konfederasi untuk SMP yang menempatkan IPS sebagai konsep pa-yung yang menaungi mata pelajaran geogerfi, sejarah dan ekonomi koperasi;(4) Pendidikan IPS terpisah-pisah yang mencakup mata pe-lajaran sejarah, geografi dan ekonomi untuk SMA, atau sejarah dan geografi untuk SPG. Selanjutnya perkembangan pemikiran pendidikan IPS dalam kuriku-lum hingga dasawarsa 1990-an pendidikan IPS  di Indonesia memiliki dua konsep, yaitu (1) Pendidikan IPS dalam tradisi citizenship trans-mission meliputi PPKN dan Sejarah Nasional, (2) Pendidikan IPS da-lam tradisi social science berupa IPS terpadu untuk SD, terkonfederasi untuk SLTP dan terpisah untuk SMA.
Dari pemikiran yang berkembang hingga  saat ini pendidikan IPS ter-pilah dalam dua arah yaitu : Pertama, pendidikan IPS untuk dunia persekolahan, yang pada dasarnya merupakan penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora yang dipilih sesuai perkembangan usia anak didik untuk tujuan pendidik-an persekolahan. Kedua,  PDIPS untuk perguruan tinggi pendidikan Guru yang pada hakikatnya merupakan hasil dari penyelek-sian dan pengorganisasian secara ilmiah  dari ilmu-il-mu sosial, humaniora dan disiplin lain yang relevans untuk tujuan pendidikkan profesional guru IPS, dan PIPS merupakan salah satu isi dalam PDIPS.

Pengertian Pendidikan IPS
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adopsi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. (Somantri).
Pendidikan IPS adalah seleksi dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorga-nisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis un-tuk tujuan pendidikan. (Somantri).




Referensi 
Udin S Wiraputra, dkk, Materi dan Pembelajaran IPS SD, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, 2002
Sapriya dkk, Konsep Dasar IPS, UPI Press, Bandung, 2006
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006
Sugiyanto, Lembaga Sosial, Global Pustaka Utama, Jogya-karta, 2002.
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar,  Rajawali Pers, Jakarta, 1987.
Sapriya, Pendidikan IPS: Konsep dan Pembelajaran, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung, 2009. 


Rabu, 12 Juni 2013

Gagasan Pembaharuan Dalam Pendidikan IPS

Pendidikan IPS antara Tradisional dan Gagasan Pembaharuan
Sebenarnya sangat sukar untuk menyebutkan bahwa suatu gagasan atau pelaksanaan pendidikan itu sebuah pembaharuan (inovasi). Misalnya pendekatan inkuiri dalam Pendidikan IPS sudah dilaksanakan sejak zaman Aristoteles, yaitu pada saat Aristoteles menerapkan metode induktif, eksperimen, dan hipotesisnya.
Pada pembahasan ini kita akan memulai dari tahun 1970, alasannya adalah karena pd tahun 1970 lah IPS mulai dikenal di Indonesia

Gagasan Pembaharuan Sejak Tahun 1970-an
Beberapa contoh konsep pembaharuan yang ada antara tahun 1970-1992
  1. Batasan dan jati diri IPS-PKN (1970)
  2. Pendekatan antar-disipliner, cross-disipliner, dan trans-disipliner dalam menyusun bahan pendidikan untuk pendidikan dasar & menengah (1970)
  3. Pendekatan pemecahan masalah dan inkuiri (1980)
  4. Pendekatan “hukum pareto” dalam menyusun kurikulum Pendidikan IPS (1992).

Kendala-kendala dalam Pembaharuan Pendidikan IPS
Kendala dalam suatu pembaharuan baik itu dalam pembangunan atau ilmu pengetahuan adalah mentalitas manusianya, selain itu juga ada pengaruh kebudayaan malu, dan kebiasaan tidak kritis dalam berpikir yg berakibat pada selalu terkendalanya suatu pembaharuan. Selain itu juga penyusunan bahan pendidikan yg menggunakan pendekatan inter-, cross-, dan trans-disipliner masih kurang dikembangkan dng sunguh-sungguh. Karena pendidikan yg lebih realistik adalah pendidikan yg mencegah verbalisme, juga dimaksudkan untuk mengembangkan berpikir integratif (integrative thinking) dalam proses pengambilan keputusan dan keterampilan pemecahan masalah. Hambatan-hambatan dalam Pembaharuan PIPS :
  1. Keterampilan berpikir kritis yg kurang pd setiap individu.
  2. Buku pelajaran sebagai sumber pembelajaran pada tingkat pendidikan dasar & menengah tidak mengikuti alur pendekatan proses pengambilan keputusan dan pendekatan pemecahan masalah (problem solving).
  3. Sikap administrator pendidikan, mana kala administrator pendidikan kurang memberikan perhatian terhadap gagasan pembaharuan apalagi pelaksanaannya, maka praktis pembaharuan itu akan tidak berkembang, yang berarti gagal.
  4. Dukungan kebijakan dalam pelaksanaan sistem pendidikan serta fasilitas pendukung pendidikan yg tdk memadai & selalu berubah-ubah. Fasilitas pendukung pendidikan tersebut seperti: Kelayakan fasilitas pendidikan, Biaya, dan Kualitas pendidik yg kurang.
  5. Dukungan psikologis dari lingkungan dan administrator pendidikan.

Konteks dan Relevansi Pembaharuan Pendidikan IPS
Pada materi ini kita akan membahas mengenai :
  1. Pembaharuan dan pelaksanaan pendidikan khususnya Pendidikan IPS pada tingkat pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi sejak tahun 1961 sampai sekarang.
  2. UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  3. Studi komparatif proses dan hasil pendidikan antara Jepang dan Amerika Serikat (1992).
  4. Kecenderungan Pendidikan IPS dalam forum internasional, yaitu Konfrensi NCSS ke-72 di Detroit, Michigan tahun 1992.

Tujuannya agar kita membiasakan diri dan bersikap dalam pola dialog kreatif (creative dialogue) dalam suatu masyarakat ilmiah dalam rangka menghasilkan pikiran dan pelaksanaan pendidikan yang terbaik menurut kita.

Pembaharuan Pendidikan IPS yang Jalan di Tempat
Sejak tahun 1960 sampai sekarang ini, pembaharuan kurikulum (Pendidikan IPS) sudah berkali-kali dilakukan dalam lingkungan pendidikan dasar & menengah. Serangkaian pebaharuan tersebut hampir selalu berkisar pd kegiatan sebagai berikut:
  1. Menambah, mengurangi & mengelompokkan mata pelajaran tanpa mempermasalahkan substansi & faculty culture disiplin ilmu dng hubungan fungsional pendidikan disiplin ilmu.
  2. Mengutak-atik komposisi jumlah muatan materi dlm pembelajaran Pendidikan IPS baik itu pendidikan dasar & menengah menurut keinginan Dirjen Dikti & Konsorsium Ilmu Pendidikan.
  3. Melontarkan berbagai konsep pendidikan seperti mastery learning, student active learning (CBSA), modular instruction, mengadakan program mayor-minor, kembali kemayor saja, kembali ke mayor-minor (dengan istilah lain), kemudian pendekatan fleksibel secara horizontal & vertikal, lalu yg baru-baru ini wacana mengenai pendekatan kontekstual & konstruktivisme yg akan dilaksanakan melaui kurikulum 2013.

 Perbandingan Pendidikan Amerika dan Jepang
Amerika
Jepang
Pada tahun 1960 pendidikan di Amerika sdh lbh jauh dibandingkan Jepang.
Pada tahun 1960 Jepang masih disibukkan oleh penataan politik negara.
Pendidikan di Amerika Serikat, berorientasi pada Rekonstruktionisme dengan tekanan pada progressivisme dari Jhon Dewey
Pendidikan Jepang berorientasi & menganut paham filsafat pendidikan Rekonstruktionismedengan tekanan pada progressivisme & essentialisme.
Kurikulumnya di Amerika Serikat menekankan pd kegiatan ekstra-kurikuler & diberi tempat yg luas sehingga sering mengganggu kegiatan intra-kurikuler atau aspek akademik.
Kurikulumnya menekankan pd intra-kurikulum/akademis, sedangkan ekstra-kurikulum tdk terlalu diperhatikan, yg utama ialah bagaimana agar siswa selalu memiliki motivasi untuk belajar & bekerja keras
Student employement di Amerika Serikat untuk mata pelajaran IPS, Matematika & IPA untuk pendidikan dasar dan menengah berada pd peringkat ke 13 dikalangan negara-negara industri (hampir yang paling bawah) & rata-rata mengerjakan pekerjaan rumah (PR) hanya 1 jam saja .
Student employement di Jepang sedapat mungkin ditekan karena akan mengganggu konsentrasi pd pelajaran. Semuanya dilakukan dng disiplin baik dlm kerja kelompok maupun hubungan dng sensei (guru), stasiun Ueno di tokyo selalu penuh dng anak-anak usia sekolah, bukannya akan ke Disneyland, melainkan untuk menuju tempat memperoleh pelajaran tambahan IPA & Matematika. Rata-rata mengerjakan pekerjaan rumah (PR) 5 jam setiap harinya.

Nilai Belajar dan Mutu Pendidikan
Begitu pentingnya pendidikan dan proses belajar-mengajar maka pendidikan di Indonesia pada dasarnya berorientasi pada pendidikan di Amerika (walaupun dasarnya Pancasila), dengan aneka ragam dan rumitnya pendidikan merasakan pentingnya adanya proses political will yang kuat dari semua pihak. Masalah pendidikan di Indonesia bukan hanya persoalan mendirikan SD Impres dan pembangunan pendidikan lainnya, melainkan harus lebih dari itu.
Amerika Serikat, demikian juga Indonesia, sangat kaya dengan filsafat pendidikan dan konsep-konsep Pendidikan IPS. Akan tetapi karena kurang berkembangnya dialog kreatif dan tidak menyambungnya “the talkative innovator” dengan pelaksanaan pendidikan di lapangan, yaitu guru sebagai pengajar “the majority of the followers”, maka perkembangan mutu pendidikan kurang menggembirakan.

Isu-isu Pendidikan di Indonesia
Salah seorang ilmuan Islam dan sekaligus seorang sufi yang hidup sekitar 1100 tahun yang lalu. Nama aslinya adalah ABU YOUSUF YAQUB IBN ISHAQ AL-KINDI lahir di Kufah sekitar tahun 800 M. Al-Kindi adalah seorang filsuf, matematikawan, fisikawan, astronom, dokter, geografi dan bahkan seorang ahli dalam musik. Dalam dunia pendidikan kita tidak perlu menolak apabila ada yg cocok untuk memperkaya Pendidikan IPS di Indonesia. Al-Kindi menyatakan :“Bagi kita baik sekali untuk tidak malu-malu mengakui kebenaran dan menyesuaikan diri kepadanya dari manapun ia datang. Bagi orang yang menjungjung tinggi kebenaran tidak ada yang lebih bernilai dari kebenaran itu sendiri. Kebenaran tidak akan menurunkan atau merendahkan orang-orang yang mempercayainya”.
Karena itu, dalam hubungannya dengan perkembangan di Amerika Serikat dan pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia, kita perlu menjawab secara kreatif isu-isu pendidikan yang bersumber dari tujuan pendidikan nasional kita sebagaimana tercantum dalam UU No.2  Tahun 1989, yaitu:
  1. Dalam menanggapi filsafat pendidikan Jepang dan Amerika Serikat serta hasil pendidikannya, bagaimana sikap pendidikan Pancasila dalam pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia? Bagaimana pula kita menanggapi perbedaan faham antara ”intellectus quarensfidem” dan “fides quarens intellectum”?
  2. Bagaimana posisi pendidikan Pancasila dalam perkembangan struktur disiplin ilmuilmu sosial yang sekuler?
  3. Bagaimana non-functional knowledge dan masalah-masalah akan diorganisasikan dalam bahan pendidikan, baik yang berorientasi pada mono-, inter-, cross dan trans-disipliner agar mendukung tujuan pendidikan nasional.
  4. Bagaimana pendidikan IPS dan Pendidikan Kewarganegaraan yang berlandaskan Pancasila akan menggunakan berpikir integratif menuju pada terciptanya warga negara yang bermutu?
  5. Bagaimana agar kerja keras dan motivasi bisa ditumbuhkan dalam pribadi peserta didik dan pendidik agar kualitas pendidikan makin meningkat?
  6. Bagaimana penelitian dalam ilmu-ilmu sosial dan Pendidikan IPS seperti membaca, tugas perkembangan peserta didik, metode mengajar, dan evaluasi dapat membantu secara nyata para guru agar terbiasa belajar dengan motivasi yang tinggi dan sikap kerja keras itu bisa terwujud?
  7. Langkah-langkah perkembangan kurikulum dan pembaharuan Pendidikan IPS yang bagaimanakah yang dapat menjamin tumbuhnya kerja keras dan motivasi pada peserta didik-guru yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan?




Generalisasi dan Teori Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial

Pengertian Generalisasi dan Teori Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial
Ø  Generalisasi
Generalisasi adalah hubungan atau beberapa konsep atau adalah rangkaian atau hubungan antar konsep-konsep. Karena itu generalisasi dapat berbentuk proposisi, hipotesisi, inferens, kesimpulan, pemahaman, atau prinsip. Generalisasi berasal dari kata “general” yang berarti umum. Dengan demikian generalisasi merupakan suatu kesimpulan yang bersifat umum atau menyeluruh dari suatu gejala atau informasi yang diterima dan didukung oleh fakta atau data yang ada

Fakih Samlawi (1998) mengemukakan bahwa  Generalisasi merupakan sejumlah konsep yang memiliki keterkaitan dan makna. Lebih lanjut dikemukakan bahwa generalisasi berupa pernyataan tentang hubungan diantara konsep.  Ciri-ciri generalisasi diantaranya  :
  1. Menunjukan hubungan dua konsep atau lebih.
  2. Bersifat umum dan merupakan abstraksi yang menunjukan pada keseluruhan kelas dan bukannya bagian atau contoh.
  3. Adanya tingkat abstraksi yang lebih tinggi dari sekedar konsep.
  4. Berdasarkan pada proses dan dikembangkan atas dasar penalaran dan bukan hanya berdasarkan pengamatan semata.
  5. Berisi pernyataan-pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya dan validasi artinya diuji berdasarkan bukti-bukti yang pasti dengan menggunakan system penalaaran dan equity.
  6. Bukanlah sekedar pernyataan yang diverbalkan atau penegasan pernyataaan akan tetapi satu kesatuan penting.
Fungsi generalisasi, diantaranya yaitu : (1) Sebagai tujuan umum studi social atau IPS. (2) Membantu dalam pemilihan bahan pengajaran. (3) Mengorganisasikan kegiatan belajr mengajar. (4) Membantu dalam membangun pengertian (artikulasi) bahan-bahan pengajaran dalam kurikulum studi IPS.
Perbedaan antara konsep dan generalisasi diantaranya yaitu:
  1. Generalisasi adalah dasar-dasar atau aturan-aturan yang dituangkan dalam kalimat yang kompleks. Konsep adalah suatu kesatuan atribut berkaitan.
  2. Generalisasi memiliki tesis yang menunjukan sesuatu tentang subjek kalimat. Konsep tidak memiliki tesis.
  3. Generalisasi bersifat objektif dan impersonal/tidak satu/umum. Konsep amat subjektif dan personal yang memiliki konotatif yang berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lain.
  4. Generalisasi memiliki aplikasi yang universal. Konsep hanya terbatas pada orang-orang tertentu.

Ø Teori
Teori adalah bentuk tertinggi pengetahuan dan merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Teori membantu kita menjelaskan dan memprediksi prilaku manusia (fenomena). Kekuatan teori terletak pada kemampuannya menerangkan dan meramalkan fenomena. Menurut Skager dan Weinberg, makin bersemangat lapangan inquiry makin mendekati kenyataan teori-teori tersebut (Husein Achmad, 1982 : 9).

  Teori dapat juga disusun berdasarkan kekuatan-kekuatan yang ada pada teori-teori tersebut. Kriterianya adalah sebagai berikut (Fraenkel dalam Husein Achmad. 1982) : (1) Bagaimana luasnya proposisi yang dihubungkan (breath). (2) Bagaimana kompleksnya proposisi yang dihubungkan (comlexity). (3) Sampai sejauh mana teori tersebut dapat diterapkaan pada daerah, kejadian, orang, dan objek yang dikenal teori tertentu (Applicabilitit). (4) Sampai seluas mana hubungan dari proposisi-proposisi melukiskan dan menerangkan unsur yang penting dari tingkah laku manusia serta menerangkan segi-segi yang penting dewasa ini (explanatory power). (5) Sampai sejauh mana teori membimbing kearah pendalaman yang lain (depth). (6) Berapa banyak konsep yang diharapkan pada kenyataan yang ada dalam teori (conceptual strength). (7) Sampai sejauh mana terujinya hipotesis yang dapat diambil dari proposisi yang dihubungkan dengan teori tersebut dapat teruji (testabilility).



Konsep Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial "IPS"

Pengertian Konsep Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Savage dan Amstrong (dalam Taneo, 2010 : 111) struktur ilmu sosial terdiri dari tiga tingkatan, dimulai dari yang paling sempit ke yang paling luas, yaitu : (1) fakta, (2) konsep, (3) generalisasi.
Konsep adalah suatu kesepakatan bersama untuk penamaan sesuatu dan merupakan alat intelektual yang membantu kegiatan berfikir dan memecahkan masalah. Terdapat dua makna dari kata “konsep” yaitu: (1) bermakna sebagai rencana, rancangan atau draf. (2) bermakna sebagai gagasan, ide pokok, atau pokok-pokok pikiran. Ada beberapa definisi tentang konsep menurut para ahli, yaitu : 
  1. Menurut S. Hamid Hasan (1995); konsep adalah pengabstraksian dari sejumlah benda yang memiliki karaakteristik yang sama, seperti: kursi,meja, rumah dan sebagainya. 
  2. Menurut More dan Skell (1995:30), konsep adalah sesuatu yang tersimpan dalam benak atau fikiran manusia berupa ide dan gagasan.
  3. Menurut Parker, konsep adalah gagasan-gagasan tentang sesuatu, atau gagasan yang ada melalui contoh-contoh.

Konsep dapat dipahami apabila dibahas tentang atribut, kelas (golongan), dan simbol. Atribut adalah ciri yang membedakan tabel objek atau peristiwa atau proses dari objek, peristiwa atau proses lainnya. Atribut dapat didasarkan atas fakta berupa informasi kongkrit yang dapat dibuktikan melalui laporan seseorang atau hasil pengamatan langsung.Kelas (golongan): Pengelompokan kategori dari benda, kejadian atau gagasan (pikiran). Setiap kelas memasukan atribut yang sama dan mengeluarkan atribut yang berbeda atau tidak berhubungan. Simbol, dapat dinyatakan dengan kata, tanda, gerakan badan, angka sebagai alat untuk mengkomunikasikan dengan kelas lain.

Konsep adalah Kesan Inderawi yang mempunyai makna tertentu dan Suatu kesatuan atribut yang berkaitan dengan simbol tentang objek, peristiwa atau proses. Konsep dapat dipahami bila dibahas tentang atribut, kelas (golongan), dan simbol. (1) Atribut, adalah ciri yang membedakan tabel objek atau peristiwa atau proses dari objek, peristiwa atau proses lainnya. Atribut dapat didasarkan atas fakta berupa informasi konkret yang dapat di buktikan melalui laporan seseorang atau hasil pengamatan langsung. (2) Kelas (golongan), adalah Pengelompokan kategori dari benda, kejadian atau gagasan (pikiran). Setiap kelas memasukan atribut yang sama dan mengeluarkan atribut yang berbeda atau tidak berhubungan. (3) Simbol, adalah Setiap kelas dapat digambarkan dengan simbol. Simbol dapat dinyatakan dengan kata, tanda, gerak badan, angaka sebagai alat untuk mengkomunikasikan dengan kelas lain.

Konsep juga dapat dilihat dari pengertian connotative dan denotative. (1) Konsep adalah kumpulan pengertian abstrak (The abstract body of meaning) yang berkaitan dengan simbol untuk kelas dari suatu benda (objek) kejadian atau gagasan. (2) Konsep bersifat abstrak berisi pengertian yang berhubungan dengan semua anggota kelas yang mungkin (tidak dengan satu contoh khusus dari kelas). (3) Konsep adalah subjektif dan internalisasikan.








Senin, 10 Juni 2013

Fakta Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial "IPS"

Pengertian Fakta Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu-ilmu sosial mengkaji perilaku manusia yang berlangsung dalam proses kehidupan sehari-hari dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berperilaku seperti apa yang mereka lakukan. Pengetahuan tentang tidakan atau perilaku manusia ini memberikan suatu pola dasar bagi materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).  Dalam suatu stuktur ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya ilmu sosial,tersusun dalam 3 (tiga) tingkatan materi, dimulai dari yang paling sempit sampai kepada yang paling luas luas, (1) fakta, (2) konsep (3) generalisasi (Savage dan Armstrong dalam Fakih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 1998 : 4).

Fakta adalah sesuatu yang betul-betul ada dan bersifat khas, kongkrit dan tidak berulang. Dalam IPS, fakta berhubungan dengan masyarakat dan lingkungannya, oleh karena itu jumlahnya tidak terbatas. Fakta adalah kejadian khusus dari peristiwa atau benda yang pada akhirnya menjadi bahan mentah atau menjadi observasi oleh ilmuan pengetahuan sosial.

Kedudukan fakta dalam IPS adalah sebagai data atau informasi yang diperlukan untuk membentuk suatu konsep dan generalisasi, karena konsep dan generalisasi harus dibuktikan dengan fakta-fakta yang ada, tanpa fakta konsep tidak akan terbentuk, tanpa konsep generalisasi pun tidak ada. Fakta bisa juga diartikan sebagai suatu informasi atau data yang ada atau terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dikumpulkan dan dikaji oleh para ahli ilmu social yang terjamin kebenarannya.

Ilmu sosial mempelajari tindakan-tindakan manusia yang berlangsung dalam proses kehidupan dalam upaya menjelaskan mengapa manusia berperilaku seperti apa yang mereka lakukan. Setiap ilmu sosial merupakan suatu disiplin ilmu yang merupakan suatu batang tubuh atau struktur ilmu pengetahuan (Body of Knowledge) atau tubuh dalam ilmu pengetahuan.


Model Pembelajaran IPS “Bagian 2”

Model Pembelajaran Analisis Konsep
Perlunya bagi Guru Mengembangkan Pembendaharaan Model-model Pembelajaran

Model Sinektik mungkin digunakan dalam mengajar menulis kreatif, teknik-teknik Skinar digunakan untuk mengajarkan keterampilan, dan metode Behavioral atau Non-direktif untuk membantu siswa mengembangkan pemahaman terhadap kemampuan sendiri dan keinginan untuk mengembangkan diri sendiri. Mengembangkan pembendaharaan model mengajar berarti mengembangkan keluwesan, karena keluwesan ini akan merupakan landasan bagi pemahaman

Pemilihan model belajar mengajar yang kreatif

Borich (1988) dan Huoston, dkk (1989) menggunakan istilah Strategi belajar mengajar dalam pengertian yang sama untuk menggambarkan keseluruhan prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan. Joyce dan Weil (1986) strategi belajar digunakan untuk menunjukkan sosok utuh konseptual dari aktivitas belajar mengajar yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Huoston, Clift, Freiberg, dan Wamer (1988) terdapat 5 faktor yang menentukan efektivitas mengajar para pengajar, yaitu: (1) Ekspektasi pengajar tentang kemampuan pebelajar (siswa) yang akan dikembangkan. (2) Keterampilan pengajar dalam pengelola kelas. (3) Jumlah waktu yang digunakan oleh siswa untuk melakukan tugas-tugas belajar yang bersifat akademik. (4) Kemampuan pengajar dalam mengambil keputusan pembelajaran, dan (5) Variasi model mengajar yang dipakai oleh pengajar.

Secara umum, strategi belajar mengajar dapat dikategorikan kedalam dua kelompok strategi, yakni: (1) Strategi yang diarahkan pengajar (Teacher-directed strategies) : yang termasuk kedalam kelompok strategi yang diarahkan kepada pengajar antara lain ceramah, tanya jawab, dan drill dan latihan. (2) Strategi yang berpusat pada siswa (Student- directed strategies) : yang termasuk kelompok strategi yang berpusat pada siswa, antara lain belajar kelompok, penyingkapan yang terbimbing (Guided Discovery). Sedangkan Borich (1988) mengelompokkan strategi belajar mengajar menjadi 2 kelompok, yaitu Direct Instruction Strategies dan Indirect Instruction Strategies. Yang menjadi dasar pengelompokkan ini ialah jenis hasil belajar yang ingin dicapai. Dalam rangka ini, hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu: (1) Fakta, hukum, dan urutan tindakan. (2) Konsep, pola dan abstraksi.
Direct Instruction Strategies menurut Borich sangat cocok untuk mengajarkan atau mencapai hasil belajar kategori pertama. Sedangkan untuk mencapai hasil belajar jenis kedua diperlukan Indirect Instruction Strategies.

Model-model Belajar Mengajar (Pembelajaran) Analisis IPS

Model-model pembelajaran yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang lebih umum. Dengan demikian model ini dapat digunakan lebih bebas menurut Udin Saripudin (1994 : 140), yaitu : 
  1. Model pengorganisasian pertemuan yang dapat digunakan baik dalam situasi proses komunikasi melalui pertemuan umum maupun dalam situasi interaksi pembelajaran formal. Dalam kelompok ini termasuk bentuk sidang umum, sidang pleno, kerja kelompok, kelompok minat khusus, forum, penyajian situasi, penyajian konflik, penyajian skill, simposium, panel loka karya, seminar dan lain-lain.
  2. Model-model diskusi kelompok yang biasa digunakan dalam situasi pembelajaran kelompok secara bervariasi termasuk kedalam kelompok ini antara lain : model kelompok curah pendapat, model kelompok bebas, model studi kasus. Model kelompok silang pendapat, diskusi kelompok bebas, bermain peran, simulasi, bimbingan belajar dan lain-lain.

Khusus untuk pengajaran IPS, Kosasih Djahiri (1978/1979) mengemukakan beberapa alternatif model-model belajar mengajar (pembelajaran IPS), seperti model Lecturing (ceramah yang disempurnakan), model mengajarkan konsep, model ekspositori, model partisipatori, model role playing, model VCT, model Inkuri nilai, model analisa, dan penilaian nilai, model inkuiri, model kerja kelompok, model studi proyek, dan model percontohan.  Dalam kurikulum pendidikan dasar, kajian pendidikan IPS meliputi :
  1. Hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan sosial, termasuk kajian tentang (a) keluarga, (b) masyarakat setempat, (c) uang, (d) tabungan, (e) pajak, (f) ekonomi setempat, (g) wilayah provinsi, (h) wilayah kepulauan, (i) pemerintahan daerah, (j) negara RI, (k) pengenalan kawasan dunia.
  2. Yang berhubungan dengan sejarah meliputi (a) sejarah lokan, (b) kerajaan-kerajaan di Indonesia, (c) tokoh dan peristiwa, (d) bangunan sejarah, (e) Indonesia pada jaman Portugis, Spanyol, Belanda, dan pendudukan Jepang, dan (f) beberapa peristiwa penting masa kemerdekaan.
Untuk lebih jelasnya mengenai materi Model Pembelajaran IPS dipersilakan download link ini : (Download

Model Pembelajaran IPS “Bagian 1”

Hakikat dan Peranan Model Pembelajaran IPS

Model Pembelajaran IPS ialah sebagai desain pembelajaran inkuiri (inquiry approach). Yaitu sebagai sebuah metode mengajar yang berorientasi pada latihan meneliti dan mempertanyakan, istilah ini sejajar dengan metode pemecahan masalah, berfikir reflektif dan atau “discovery” (Hagen, 1969)
Welton dan Mallan (1988) membandingkan istilah “inquiry” dengan metode pemecahan masalah (problem solving) dan bahkan dengan hapalan/memori sebagai suatu perilaku dan proses. Dalam konteks ini, masalah atau untuk memproses informasi. Beyer (1971) menyatakan bahwa “inquiry is one way of knowing” –suatu cara untuk mengetahui lebih lanjut, apabila orang terkait dalam proses investigasi, berusaha menjawab pertanyaan, dan berusaha memecahkan masalah secara berkelanjutan, maka orang-orang ini telah melakukan proses inkuiri. Jhon Dewey (1859-1952) menyatakan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pengajaran telah menjadi obsesi.

Inkuiri merupakan salah satu pendekatan yang saat ini digunakan oleh para pengembang kurikulum khususnya di sekolah-sekolah Australia dan Amerika Serikat sebagai suatu pendekatan dalam proses belajar-mengajar dipersekolahan.  Menurut para ahli, pendekatan inkuiri merupakan upaya yang dimaksudkan untuk mengatasi masalah kebosanan siswa dalam belajar di kelas. Pendekatan ini cukup ampuh karena proses belajar lebih terpusat kepada siswa (student-centred instruction) daripada kepada guru (teacher-centred instruction).

Wesley (1950) menyatakan bahwa guru yang baik haruslah memiliki metode yang baik, dan guru yang terbaik ditentukan oleh metode yang dikuasainya. Lebih jauh, Wesley menyatakan bahwa metode yang baik memerlukan sikap guru yang akurat, artistik, berkepribadian dan selalu menyesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa. Banks (1990) mengemukakan pendekatan mengajar dalam IPS dengan menggunakan inkuiri sosial untuk menghasilkan fakta, konsep, generalisasi, dan teori. Namun tujuan utama inkuiri sosial menurutnya adalah untuk membangun teori. Teori dapat digunakan untuk memamhami, menjelaskan, memprediksi, dan mengontrol perilaku masyarakat. Selain itu, tujuan inkuiri sosial pun diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memecahkan masalah-sosial

Memilih Konsep-Konsep Dasar IPS

Nasution (1975), berpendapat bahwa ilmu pengetahuan sosial (IPS) ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik maupun lingkungansosialnya yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi, ilmu politik dan psikologi, sosial. Selain itu dipilih materi pelajaran yang sesuai baik di tinjau dari sudut kedewasaan anak didik maupun dari sudut lingkungan fisik dan psikis anak didik.
Kosasih Djahiri (1978/1979) dalam memilih konsep yang harus dikemukakan adalah : (1) Penuhilah kebutuhan anak sebagai manusia muda yang sedang berkembang dan memerlukan bimbingan: Pemiliharaan fisik dan mental yang sehat, Pengakuan hak dan kewajibannya sebagai manusia, warga masyarakat dan warga negara Indonesia yang Pancasilais, Bimbingan tentang berbagai jenis dana cara okupasi (pekerjaan) bagi kehidupan yang layak dan baik (agar berdikari), Bimbingan untuk berfungsi sebagai warga keluarga yang baik serta sebagai calon pemimpin keluarga yang harmonis bahagia, Bimbingan sebagai konsumen yang cerdik dan ekonomis, Bimbingan dalam berapresiasi seni dan budaya milik kepribadian Indonesia, Bimbingan hidup kooperatif dalam kelompok dan masyarakat, Pengembangan cinta bangsa, tanah air dan kemerdekaan Indonesia, Bimbingan cara kerja dan penelaah/penelitian yang bersifat ilmiah (kearah selfhelp dalam kehidupan kelak), dan Berbuat sebagai anggota masyarakat yang berguna/bermanfaat. (2) Secara keseluruhan sebagai manusia hendaknya konsep IPS membina pengembangan aspek : (a) Peningkatan kesadaran dan kemampuan diri pribadi dalam : Kewaspadaan diri, sensitifitas dan sikap inkuiri, Keterampilan dalam berinformasi, berfikir kritis, dan menyatakan pendapat, Hak dan tanggung jawab dirinya serta kehidupan masyarakat, dan Sebagai warga maupun sebagai pimpinan. (b) Peningkatan dirinya sebagai warga negara yang mahir dalam melakukan hubungan sosial, antara lain: Bagaimana hidup selaras, tepa salira, toleran, bergotong royong, kekeluargaan dan lain-lain, Bagaimana meningkatkan rasa tanggung jawab dan kecintaan terhadap nusa bangsa, kekayaan dan potensi alam Indonesia dan lain-lain, dan Bagaimana cara dia membuat sesuatu keputusan yang baik dan penuh tanggung jawab. (3) Pengembangan dan pembinaan personal: Pertambahan penduduk yang tinggi, Makin menurunnya sumber daya alam, Menurunnya produksi kebutuhan hidup manusia, Peningkatan teknologi dan ilmu, Meningkatnya urbanisasi, dan Meningkatnya polusi.


Penilaian dan Pengajaran Keterampilan Abad 21

Keterampilan Belajar Abad 21 Untuk Melatih Berpikir Kritis Dan Pemecahan Masalah Melalui Sistem Pembelajaran Berbasis ICT (Information and Communication Technology)

Abad 21 yang dikenal semua orang sebagai abad pengetahuan yang merupakan landasan utama dari segala aspek kehidupan. Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian keterampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan. Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa. (Patrick Griffin & Barry McGaw. 2012)

Untuk memasuki New world of work pada abad 21, Keterampilan belajar abad 21 mempunyai ciri: (1) Critical thinking and problem solving. (2) Creativity and innovation.(3) Collaboration, teamwork, and leadership. (4) Cross-cultural understanding, communications, information, and media literacy. (5) Computing and ICT literacy. (6) Career and learning self-reliance.

ADA 4 kategori keterampilan yang diperlukan pada abad 21 diantaranya sebagai berikut : Ways of thinking (Cara berpikir); Kreativitas, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan belajar. (1) Ways of working (Cara kerja dan Komunikasi); Kolaborasi dan Komunikasi (communication). (2) Tools for working (Alat untuk bekerja); Teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dan informasi literasi. (3) Skills for living in the world (Keterampilan untuk hidup di dunia); Kewarganegaraan - lokal dan global (citizenship – local and global), Kehidupan dan karier (life and career), Personal dan tanggung jawab sosial-budaya, termasuk kesadaran dan kompetensi (personal and social responcibility, including cultural awarness and competence).

Beberapa karakter belajar yang diperlukan di abad ke-21, yaitu:
1.    Communication
Pada karakter ini, siswa dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia.

2. Collaboration
Pada karakter ini, siswa menunjukkan kemampuannya dalam kerjasama berkelompok dan kepemimpinan; beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab; bekerja secara produktif dengan yang lain; menempatkan empati pada tempatnya; menghormati perspektif berbeda.

3. Critical Thinking and Problem Solving
Pada karakter ini, siswa berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit; memahami interkoneksi antara sistem.

4. Creativity and Innovation
Pada karakter ini, siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain; bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.


Bentuk pembelajaran berbasis ICT memberikan manfaat bagi para guru diantaranya sebagai berikut: (1) Memperoleh materi pembelajaran dengan akses lebih mudah. Guru dalam melakukan persiapan mengajar akan lebih ringan karena guru dapat langsung menyeleksi, menyalin dan mengedit materi yang akan disajikan.; (2) Meningkatkan kompetensi pedagogik pendidik, salah satunya kreativitas serta inovasi mengembangkan konten pembelajaran; (3) Guru dapat menyusun materi sesuai dengan kebutuhan peseta didik akan kehidupan nyata; dan (4) Meningkatkan komunikasi interaktif dengan para peserta didik tanpa batas ruang dan waktu.

Untuk lebih jelasnya mengenai materi Penilaian dan Pengajaran Keterampilan Abad 21 dipersilakan download link ini (Download)

Pendidikan Nilai dan Perilaku Sosial

Hakikat dan Makna Nilai
Nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Yang dimaksud dengan hakikat dan makna nilai adalah berupa : Norma, Etika, Peraturan, Undang-undang, Adat kebiasaan, dan Aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang.
Nilai itu bersifat abstrak, nilai itu berada dibalik fakta, nilai itu memunculkan tindakan, nilai itu terdapat dalam moral seseorang, nilai itu muncul sebagai ujung proses psikologis, dan berkembang kearah yang lebih kompleks.

Kattsoff mengatakan bahwa hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: (1) Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. (2) Nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal, dan (3) Nilai-nilai merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan.  (Kattsoff dalam Rohmat Mulyana. 2004. Hal 323. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai.)
Nilai yang dimaksud disini adalah seperangkat keyakinan atau prinsip perilaku yang telah mempribadi dalam diri seseorang atau kelompok masyarakat tertentu yang terungkap ketika berpikir atau bertindak. Umumnya, nilai dipelajari sebagai hasil dari pergaulan atau komunikasi antar individu dalam kelompok seperti keluarga, himpunan keagamaan, kelompok masyarakat atau persatuan dari orang-orang yang satu tujuan.  Nilai yang ada di masyarakat sangat bervariasi sesuai dengan tingkat keragaman kelompok masyarakat. Heterogenitas nilai ini tentu menimbulkan masalah tersendiri bagi guru dalam pembelajaran IPS di kelas. (Dr. Sapriya, M.Ed. 2009. Hal 54. Pendidikan IPS.) Agar ada kejelasan dalam mengkaji nilai di masyarakat, maka nilai dapat dibedakan atas nilai substantif dan nilai prosedural.

1.    Nilai Substantif

Nilai substantif adalah keyakinan yang telah dipegang oleh seseorang dan umumnya hasil belajar, bukan sekedar menanamkan atau menyampaikan informasi semata. Hal ini tergantung pada kondisi atau iklim keluarga masing-masing yang berbeda satu sama lain. Ada kondisi keluarga yang harmonis, dalam interaksi saling menghargai, bertutur kata halus, disiplin, dan sebagainya, namun ada pula kondisi keluarga yang serba kaku, bertutur kata kasar, saat bicara saling membentak, dan sebagainya.
Dalam mempelajari nilai substantif, para siswa perlu memahami proses-proses, lembaga-lembaga, dan aturan-aturan untuk memecahkan konflik dalam masyarakat demokratis. Dengan kata lain, siswa perlu mengetahui bahwa ada keragaman nilai dalam masyarakat dan mereka perlu mengetahui isi nilai dan implikasi dari nilai-nilai tersebut dengan belajar nilai substantif, siswa seyogyanya menjadi terampil dalam mengenal dan mengalisis kedudukan nilai dari aneka ragam kelompok.

2.    Nilai Prosedural

Nilai-nilai prosedural yang perlu dilatih atau di belajarkan antara lain nilai kemerdekaan, toleransi, kejujuran, menghormati kebenaran dan menghargai pendapat orang lain. Nilai-nilai kunci ini merupakan nilai yang menyongkong masyarakat demokratis, seperti: toleran terhadap pendapat yang berbeda, menghargai bukti yang ada, kerja sama, dan menghormati pribadi orang lain.

Apabila kelas IPS dimaksudkan untuk mengembangkan partisipasi siswa secara efektif dan di harapkan semakin memahami kondisi masyarakat Indonesia yang berraneka ragam, maka siswa perlu mengenal dan berlatih menerapkan nilai-nilai tersebut. 

Untuk lebih jelasnya mengenai materi Pendidikan Nilai dan Perilaku Sosial silakan download link ini (Download)